CopyAMP code
CopyAMP code

Tak Hanya C4buli Santriwati, Ini Sederet Kejahatan Lain Herry Wirawan, Keluarga Juga Jadi Korban

 

Terungkap fakta baru terkait kasus rudapaksa belasan anak di bawah umur oleh Herry Wirawan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Sidang kasus ini pun telah digelar secara tertutup di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (28/12/2021).

Dalam sidang itu, keluarga Herry Wirawan dihadirkan sebagai saksi.

Keluarga Herry Wirawan yang hadir di antaranya orangtua, kakak, dan iparnya.

Ketiganya dihadirkan dalam sidang karena namanya tercatat dalam Yayasan Pendidikan dan Sosial Manurul Huda yang dikelola Herry.

Kasipenkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat (Jabar), Dodi Gazali Emil mengatakan keiga saksi itu tak mengetahui namanya dicatut oleh Herry Wirawan.

"Orang tuanya satu, dua orang kakak dan satu orang ipar menceritakan posisi tentang kepengurusan Yayasan, dari mereka gak tahu tentang pengurusan yayasan tersebut," ungkap Dodi, dikutip dari TribunJabar.id, Selasa (28/12/2021).

"(HW) nggak bilang, cuman keluarganya di masukkan dalam pengurusan yayasan tersebut."

"Orang tuanya selaku pembina dan kakaknya selaku pengurus dan ada iparnya juga."

Pihak keluarga baru tahu namanya dicatut setelah kasus ini viral di media sosial.

Selain itu, ada fakta lain yang terungkap dalam sidang tersebut.

Selain anak didik Herry, kerabatnya ternyata juga jadi korban.

"Masih ada kerabat lah," kata Dodi.

Alasan Korban Tak Lapor

Dari hasil persidangan sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jabar Asep N Mulyana yang menjadi Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan bahwa terbukti HW melakukan rudapaksa kepada korban hingga berulang kali. 

"Semua keterangan saksi-saksi mendukung pembuktian. Pertama dari salah satu saksi yang menyatakan bahwa mereka disetubuhi oleh si pelaku bahkan sampai empat kali," ujar Asep seusai persidangan, dikutip dari Tribun Jabar.

Dalam persidangan disebutkan bahwa korban yang masih di bawah umur itu tidak melapor karena takut kepada HW. 

Terlebih lingkungan pesantren itu ditutup rapat oleh HW. 

"Kemudian juga ada rasa ketakutan, kenapa dia (korban) tidak melapor atau memberitahukan kepada pihak lain karena berada di rungan tertutup dan terkunci dan didukung oleh keterangan saksi lain bahwa tempat itu tertutup," katanya.

Selain satu saksi korban, persidangan juga menghadirkan saksi dari lingkungan, orang tua korban, dan pengurus yayasan lain.

Dari keterangan saksi-saksi itu juga menyampaikan bahwa HW merupakan orang yang tertutup. 

Bahkan ada warga sekitar yang tidak mengetahui bahwa HW mengelola pesantren.

"Jadi, masyarakat tadi ada RT-nya dan warga sekitar tidak mengetahui kegiatan di dalam asrama itu. Kegiatan yang dilakukan terdakwa ini sangat tertutup dan antisosial, jadi tidak pernah berbaur," ujar Asep seusai persidangan.

"Bahkan, saat diundang warga pun, terdakwa tidak pernah datang," katanya.

 Hingga kini, agenda persidangan masih seputar pemeriksaan saksi. 

Asep N Mulyana sudah meminta Majelis Hakim agar kasus ini dilakukan secara maraton agar efisien. 

Sebelumnya, publik digegerkan dengan berjalannya persidangan kasus guru pesantren yang didakwa melakukan rudapaksa terhadap 13 santriwati di pesantren yang dikelolanya. 

Kasus itu, baru terungkap sejak Mei dan menghebohkan ketika masa persidangan.

Korban diduga sudah melancarkan aksinya bertahun-tahun karena banyak korban yang sudah memiliki anak.

Sejak terungkap, satu korban diketahui sudah memiliki anak berusian hampir dua tahun. 

Dan korban lain berusia 14 tahun diketahui sudah memiliki dua anak. 

Para korban, juga diduga dieksploitasi untuk menjadi kuli pembangunan pondok dan dimanfaatkan agar terdakwa mendapat dana bantuan.

Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Herry dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP untuk dakwaan primernya. 

Sedang dakwaan subsider, melanggar Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.